Saudagar Minang Raya

Categories
Artikel

Sejarah Sumatera Barat dan Asal Usul Minangkabau

Sumatera Barat merupakan provinsi dengan nilai-nilai budaya tradisi dan suku Minangkabau yang sangat khas.  Bahkan Sumatera Barat juga terkenal dengan berbagai masakan daerahnya seperti rendang, nasi kapau, sate padang dan lain-lain.

Sumatera Barat dan Minangkabau memiliki sejarah panjang. Dalam pelajaran sejarah kita tahu beberapa kerajaan besar yang berada di Minangkabau pada zaman dahulu. 

Sejarah Minangkabau

Sejumlah literatur mencatat, Minangkabau sudah dikenal sejak kerajaan Adityawarman di Pagaruyuang, Tanah Datar sebagai pusat kerajaan Minangkabau pada masa itu. Adityawarman adalah seorang Raja yang berjasa memberi sumbangsih cukup besar dalam perkembangan Minangkabau. Selain itu ia juga orang pertama yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat. 

Sejak pemerintahan Raja Adityawarman tepatnya pertengahan abad ke-17 daerah Minangkabau lebih terbuka dengan dunia luar khususnya Aceh yang saat itu menjadi pusat perdagangan di Pulau Sumatera saat ini. Hubungan daerah Minangkabau dengan Aceh yang semakin intensif melalui kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga berdampak pada perkembangan nilai baru yang menjadi landasan sosial budaya masyarakat Minangkabau.

Salah satunya yaitu perkembangan Agama Islam sebagai nilai baru di kalangan masyarakat Minangkabau yang sebelumnya didominasi agama Buddha. Apalagi saat itu sebagian kawasan di Sumatera Barat yaitu di pesisir pantai barat masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, yang kemudian menjadi bagian dari kesultanan Aceh.

Minangkabau awalnya merupakan salah satu desa yang berada di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa tersebut awalnya merupakan tanah lapang. Pada saat itu, terdengar kabar bahwa Kerajaan Pagaruyung akan diserang oleh kerajaan Majapahit. 

Namun peperangan itu kemudian diganti dengan adu kerbau antara Kerajaan Pagaruyuang dan Majapahit. Adu kerbau itu dimenangkan oleh Kerajaan Pagaruyuang. 

Setelah itu munculnya istilah manang kabau (menang kerbau) yang kemudian dijadikan nama untuk lapangan adu kerbau tersebut yang saat ini dikenal sebagai Minangkabau.

Kemenangan Kerajaan Pagaruyung dalam adu kerbau itu dirayakan dengan membangun  rakiang atau rumah loteng dengan desain atapnya seperti bentuk tanduk kerbau yang menjadi awal dari Rumah Gadang, Menurut sejarah, rumah tersebut didirikan di tempat bertemunya pasukan Majapahit yang dijamu dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. 

Pada saat itu masyarakat Minangkabau sering menggunakan kerbau sebagai alat transportasi. Hal ini tidak terlepas dari agama kepercayaan masyarakat saat itu untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu.

Selain itu sejumlah bukti arkeolog menujukkan suku Minangkabau berasal dari daerah Lima Puluh Koto yang diyakini sebagai daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang orang Minang. Di daerah terdapat sungai-sungai yang menjadi  sarana transportasi pada zaman dulu. 

Nenek moyang orang Sumatera diperkirakan berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan peradabannya di sekitar Lima Puluh Koto tersebut.

Setelah masuknya sejumlah pendatang, Suku Minangkabau terus berkembang dan menyebar hingga berbagai lokasi Sumatera Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian barat Sumatera.

Seiring perjalanan waktu, Kerajaan Pagaruyuang jatuh akibat datangnya penjajah Belanda. Tepatnya pada peristiwa Perang Padri daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari wilayah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. 

Kemudian daerah Minangkabau dibagi menjadi Residentie Padangsche Bovenlanden dan Benedenlanden.  Pada zaman VOC, wilayah pesisir barat Sumatera termasuk daerah Minangkabau disebut sebagai Hoofdcomptoir van Sumatra’s westkust yang merupakan wilayah kekuasaan Belanda. 

Hingga abad ke-18, Provinsi Sumatera Barat semakin terpengaruh oleh perkembangan politik dan ekonomi sehingga kawasan ini masuk dalam Pemerintahan Sumatra’s Westkust. Pada Tahun 1914, pemerintahan Sumatera’s Westkust statusnya diturunkan menjadi Residen Sumatera’s Westkust. 

Pada masa pendudukan Jepang, kawasan Residen Sumatera’s Westkust berganti nama dengan  Sumatora Nishi Kaigan Shu.  Sampai awal kemerdekaan negara Indonesia tahun 1945, daerah Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi Sumatera yang berdomisili di Bukittinggi. Tahun 1949 Provinsi Sumatera mengalami perpecahan menjadi 3 kawasan, yakni provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau

Suku dan Bahasa di Sumatera Barat

Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau, kemudian suku Mentawai di Kepulauan Mentawai, Suku Nias dan Tamil di daerah Pariaman dan Padang dan Suku Mandailing serta Suku Batak di sebagian Pasaman.

Sebagian daerah di Sumatera Barat juga terdapat  penduduk imigran dan transmigrasi dari Jawa. Lalu juga ada  etnis Tionghoa yang menetap di sejumlah daerah di Sumatera Barat.

Bahasa Minangkabau menjadi bahasa daerah  Sumatera Barat adalah bahasa Minangkabau. Bahkan beberapa daerah memiliki logat bahasa Minang yang berbeda-beda, seperti di Pariaman,  Payakumbuh, dialek Pesisir Selatan, dan di Bukittinggi.

Terbentuknya Provinsi Sumatera Barat

Di masa PRRI, provinsi Sumatera Tengah kemudian dipecah menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi, dan Provinsi Sumatera barat. Kerinci yang sebelumnya masuk dalam bagian Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, dimasukkan ke dalam Provinsi Jambi menjadi kabupaten sendiri. Sedangkan wilayah Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi digabungkan ke wilayah Riau. 

Pada 1958, Ibukota Sumatera Barat dipindahkan dari Bukittinggi ke daerah Padang. Saat ini Sumatera Barat terdiri dari 19 kota dan kabupaten, yaitu Padang, Padang Pariaman, Pariaman, Bukittinggi, Agam, Payakumbuh, Limapuluh Kota, Tanah Datar, Batusangkar, Pasaman Barat, Pasaman Timur, Kota Solok, Kabupaten Solok, Solok Selatan, Sawahlunto, Sijunjung, Dharmasraya, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai.

Setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing. Namun, Minangkabau tetap pada falsafahnya “Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” atau “Adat yang didasari oleh hukum Islam, dan mengacu kepada Kitabullah

Categories
Artikel

Melirik Potensi Pertanian Sumbar sebagai Penopang Perekonomian Daerah

Setiap daerah memiliki potensi perekonomian masing-masing. Seperti di Provinsi Sumatera Barat yang kaya dengan potensi pertanian. Bahkan dalam kondisi pandemi Covid-19 sektor pertanian Sumatera Barat masih menunjukkan pertumbuhan positif.

Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi sektor pertanian cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Provinsi yaitu  mencapai sekitar 22,38 persen, Termasuk di dalamnya sektor perikanan dan kehutanan. BPS juga mengungkapkan pertumbuhan ekonomi pascapandemi juga ditopang oleh sektor pertanian 21,62 persen, kemudian perdagangan 15,66 persen dan transportasi dan pergudangan 10,70 persen. 

Pertanian Sumatera Barat

Sumatera Barat memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Hal ini terlihat dari geografis sebagian besar daerah di sepanjang bukit dan pegunungan sehingga memiliki lahan yang produktif untuk pertanian.

Pada tahun 2020, komoditas tanaman pangan menjadi sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar kepada pertanian Sumatera Barat yaitu mencapai 6,38 persen. Subsektor tanaman pangan ini mencakup komoditas padi dan palawija, jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu.

Meski mengalami penurunan jumlah produksi tanaman pangan pada tahun 2020 yang akibat pandemi covid-19, namun laju pertumbuhan pada PDRB Provinsi Sumatera Barat masih bernilai positif. 

Komoditas Unggulan Pertanian Sumbar

Sumatera Barat memiliki beragam potensi pertanian. Jika dilihat dengan metode Location Quotient (LQ), dengan kategori penilaian LQ yaitu, 

1) Nilai LQ > 1, komoditas merupakan komoditas basis/unggulan

2) Nilai LQ < 1, komoditas merupakan komoditas non basis/non unggulan

3) LQ = 1, komoditas tersebut bukan komoditas basis/unggulan namun wilayah mampu memenuhi kebutuhan komoditas tersebut secara mandiri.

Maka ditemukan hasil analisis Location Quotient pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat, menunjukkan bahwa rata-rata nilai LQ > 1 pada komoditas padi di setiap wilayah kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kota Sawahlunto.

Hal ini menunjukkan bahwa dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, terdapat 14 wilayah yang memiliki produksi komoditas unggulan berupa padi sebagai komoditas basis bagi wilayahnya. 

Selain padi, komoditas yang termasuk unggulan di wilayah Provinsi Sumatera Barat, seperti ubi jalar dan ubi kayu di Kabupaten Kepulauan Mentawai komoditas jagung dan kacang hijau di , Kabupaten Pesisir Selatan, komoditas jagung, kacang tanah, dan kedelai di Kabupaten Solok Selatan, komoditas jagung, kacang hijau, dan kacang tanah di Kabupaten Pasaman Barat, dan komoditas kacang hijau, kedelai, ubi kayu di Kota Sawahlunto.

Secara umum, 14 dari 19 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat unggul dalam produksi padi dan menjadi komoditas basis atau komoditas unggulan sebagai sumber pengembangan wilayah. Potensi komoditas padi tidak saja dapat memenuhi kebutuhan Sumatra Barat, namun juga diekspor ke luar daerah. 

Hingga saat ini pemerintah daerah masih berfokus pada pembangunan pertanian dengan mengembangkan komoditas unggulan secara komparatif dan kompetitif untuk menjaga peningkatan produksi tiap komoditas. Bahkan mulai tahun ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengalokasikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022 sebesar 10 persen untuk pengembangan sektor pertanian.