Saudagar Minang Raya

Categories
Artikel

Suku dan Rumah Adat di Sumatera Barat

Sumatera Barat terkenal dengan suku Minangkabau yang kaya akan tradisi dan budaya. Mulai dari bahasa, pakaian, makanan hingga rumah adat Minangkabau sangat autentik dan mudah dikenali.

Namun selain Minangkabau, juga terdapat suku-suku lain di Sumatera Barat yang secara turun temurun terus diwariskan dari generasi ke generasi. Seperti Suku Mentawai yang hanya di Kepulauan Mentawai. Berikut ulasan suku-suku yang ada di Sumatera Barat.

 

  1. Suku Minangkabau

Bicara Sumatra Barat tidak akan lepas dengan Minang atau Minangkabau yang menjadi suku mayoritas masyarakat Sumatera Barat. Terlihat dari bahasa yang digunakan masyarakat adalah bahasa Minangkabau.

Suku Minangkabau diketahui sudah ada sejak zaman kerajaan Adityawarman. Sejarah nama Minangkabau sendiri berasal dari kata manang kabar (menang kerbau) yang berawal dari keberhasilan Kerajaan Pagaruyuang yang dipimpin oleh Adityawarman dalam adu kerbau dengan kerajaan Majapahit. 

Suku Minangkabau terkenal dengan adat istiadat yang masih kental salah satunya falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang artinya Adat yang didasari oleh hukum Islam, dan mengacu kepada Kitabullah,

Selain itu, hal yang juga sangat terkenal dari orang Minangkabau adalah masakan tradisionalnya. Sebut saja rendang yang telah diakui oleh sebagai salah satu makanan terlezat di dunia.

  1. Suku Mentawai

Selain Minangkabau, suku yang sangat ciri khas di Sumatera Barat adalah Suku Mentawai yaitu  suku yang terletak di Kepulauan Mentawai di lepas pantai barat Sumatera.

Hampir 90 persen masyarakat pulau-pulau tersebut merupakan penduduk asli Mentawai. Sementara sisanya terdiri dari suku Minangkabau, Jawa, dan Batak.

Suku Mentawai memiliki tradisi yang sangat terkenal yaitu bertato. Bagi masyarakat Mentawai tato merupakan sebuah identitas dan penanda status sosial. Sejumlah penelitian menyebutkan tradisi tato Mentawai merupakan salah satu tradisi tertua di dunia.

  1. Suku Batak Mandailing

Selain di Sumatera Utara Suku Batak Mandailing ini mendiami beberapa wilayah Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat. Bahkan suku Batak Mandailing juga ada di Rokan Hulu Provinsi Riau.

Sebagai masyarakat Sumatera Barat suku Batak Mandailing memiliki ciri khas, terutama pada logat bahasa batak yang digunakan. Kemudian tradisi-tradisi adat lainnya.

  1. Suku Jawa

Masyarakat suku Jawa juga tinggal di beberapa daerah hasil transmigrasi di Sumatera Barat, seperti di Sitiung, Lunang Silaut, dan Padang Gelugur. Sebagian dari mereka adalah keturunan imigran asal Suriname yang kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1950-an.

 

Rumah Adat di Sumatera Barat

Rumah Gadang

Sumatera Barat terkenal dengan rumah adat yang disebut Rumah Gadang. Seperti diketahui rumah adat ini memiliki struktur bangunan yang sangat unik, terutama di bagian atapnya yang menyerupai tanduk kerbau atau yang disebut dengan gonjong.

Rumah Gadang berbentuk persegi panjang yang dibangun dari bahan kayu. Bahkan salah satu keunikan rumah adat Sumatera Barat itu dalam proses pembuatannya tidak menggunakan paku besi melainkan menggunakan pasak yang terbuat dari bahan kayu juga.

Uma

Selain Rumah Gadang milik suku Minangkabau, juga ada rumah adat suku Mentawai yang dikenal dengan Uma. Rumah adat ini dari bahan kayu berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter. 

Uma ini dihuni oleh lima sampai sepuluh keluarga. Selain tempat tinggal Uma juga menjadi tempat bagi Suku Mentawai melakukan sejumlah prosesi adat.

Categories
Artikel

Sejarah Sumatera Barat dan Asal Usul Minangkabau

Sumatera Barat merupakan provinsi dengan nilai-nilai budaya tradisi dan suku Minangkabau yang sangat khas.  Bahkan Sumatera Barat juga terkenal dengan berbagai masakan daerahnya seperti rendang, nasi kapau, sate padang dan lain-lain.

Sumatera Barat dan Minangkabau memiliki sejarah panjang. Dalam pelajaran sejarah kita tahu beberapa kerajaan besar yang berada di Minangkabau pada zaman dahulu. 

Sejarah Minangkabau

Sejumlah literatur mencatat, Minangkabau sudah dikenal sejak kerajaan Adityawarman di Pagaruyuang, Tanah Datar sebagai pusat kerajaan Minangkabau pada masa itu. Adityawarman adalah seorang Raja yang berjasa memberi sumbangsih cukup besar dalam perkembangan Minangkabau. Selain itu ia juga orang pertama yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat. 

Sejak pemerintahan Raja Adityawarman tepatnya pertengahan abad ke-17 daerah Minangkabau lebih terbuka dengan dunia luar khususnya Aceh yang saat itu menjadi pusat perdagangan di Pulau Sumatera saat ini. Hubungan daerah Minangkabau dengan Aceh yang semakin intensif melalui kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga berdampak pada perkembangan nilai baru yang menjadi landasan sosial budaya masyarakat Minangkabau.

Salah satunya yaitu perkembangan Agama Islam sebagai nilai baru di kalangan masyarakat Minangkabau yang sebelumnya didominasi agama Buddha. Apalagi saat itu sebagian kawasan di Sumatera Barat yaitu di pesisir pantai barat masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, yang kemudian menjadi bagian dari kesultanan Aceh.

Minangkabau awalnya merupakan salah satu desa yang berada di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa tersebut awalnya merupakan tanah lapang. Pada saat itu, terdengar kabar bahwa Kerajaan Pagaruyung akan diserang oleh kerajaan Majapahit. 

Namun peperangan itu kemudian diganti dengan adu kerbau antara Kerajaan Pagaruyuang dan Majapahit. Adu kerbau itu dimenangkan oleh Kerajaan Pagaruyuang. 

Setelah itu munculnya istilah manang kabau (menang kerbau) yang kemudian dijadikan nama untuk lapangan adu kerbau tersebut yang saat ini dikenal sebagai Minangkabau.

Kemenangan Kerajaan Pagaruyung dalam adu kerbau itu dirayakan dengan membangun  rakiang atau rumah loteng dengan desain atapnya seperti bentuk tanduk kerbau yang menjadi awal dari Rumah Gadang, Menurut sejarah, rumah tersebut didirikan di tempat bertemunya pasukan Majapahit yang dijamu dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. 

Pada saat itu masyarakat Minangkabau sering menggunakan kerbau sebagai alat transportasi. Hal ini tidak terlepas dari agama kepercayaan masyarakat saat itu untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu.

Selain itu sejumlah bukti arkeolog menujukkan suku Minangkabau berasal dari daerah Lima Puluh Koto yang diyakini sebagai daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang orang Minang. Di daerah terdapat sungai-sungai yang menjadi  sarana transportasi pada zaman dulu. 

Nenek moyang orang Sumatera diperkirakan berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan peradabannya di sekitar Lima Puluh Koto tersebut.

Setelah masuknya sejumlah pendatang, Suku Minangkabau terus berkembang dan menyebar hingga berbagai lokasi Sumatera Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian barat Sumatera.

Seiring perjalanan waktu, Kerajaan Pagaruyuang jatuh akibat datangnya penjajah Belanda. Tepatnya pada peristiwa Perang Padri daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari wilayah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. 

Kemudian daerah Minangkabau dibagi menjadi Residentie Padangsche Bovenlanden dan Benedenlanden.  Pada zaman VOC, wilayah pesisir barat Sumatera termasuk daerah Minangkabau disebut sebagai Hoofdcomptoir van Sumatra’s westkust yang merupakan wilayah kekuasaan Belanda. 

Hingga abad ke-18, Provinsi Sumatera Barat semakin terpengaruh oleh perkembangan politik dan ekonomi sehingga kawasan ini masuk dalam Pemerintahan Sumatra’s Westkust. Pada Tahun 1914, pemerintahan Sumatera’s Westkust statusnya diturunkan menjadi Residen Sumatera’s Westkust. 

Pada masa pendudukan Jepang, kawasan Residen Sumatera’s Westkust berganti nama dengan  Sumatora Nishi Kaigan Shu.  Sampai awal kemerdekaan negara Indonesia tahun 1945, daerah Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi Sumatera yang berdomisili di Bukittinggi. Tahun 1949 Provinsi Sumatera mengalami perpecahan menjadi 3 kawasan, yakni provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau

Suku dan Bahasa di Sumatera Barat

Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau, kemudian suku Mentawai di Kepulauan Mentawai, Suku Nias dan Tamil di daerah Pariaman dan Padang dan Suku Mandailing serta Suku Batak di sebagian Pasaman.

Sebagian daerah di Sumatera Barat juga terdapat  penduduk imigran dan transmigrasi dari Jawa. Lalu juga ada  etnis Tionghoa yang menetap di sejumlah daerah di Sumatera Barat.

Bahasa Minangkabau menjadi bahasa daerah  Sumatera Barat adalah bahasa Minangkabau. Bahkan beberapa daerah memiliki logat bahasa Minang yang berbeda-beda, seperti di Pariaman,  Payakumbuh, dialek Pesisir Selatan, dan di Bukittinggi.

Terbentuknya Provinsi Sumatera Barat

Di masa PRRI, provinsi Sumatera Tengah kemudian dipecah menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi, dan Provinsi Sumatera barat. Kerinci yang sebelumnya masuk dalam bagian Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, dimasukkan ke dalam Provinsi Jambi menjadi kabupaten sendiri. Sedangkan wilayah Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi digabungkan ke wilayah Riau. 

Pada 1958, Ibukota Sumatera Barat dipindahkan dari Bukittinggi ke daerah Padang. Saat ini Sumatera Barat terdiri dari 19 kota dan kabupaten, yaitu Padang, Padang Pariaman, Pariaman, Bukittinggi, Agam, Payakumbuh, Limapuluh Kota, Tanah Datar, Batusangkar, Pasaman Barat, Pasaman Timur, Kota Solok, Kabupaten Solok, Solok Selatan, Sawahlunto, Sijunjung, Dharmasraya, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai.

Setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing. Namun, Minangkabau tetap pada falsafahnya “Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” atau “Adat yang didasari oleh hukum Islam, dan mengacu kepada Kitabullah

Categories
Artikel

Melirik Potensi Pertanian Sumbar sebagai Penopang Perekonomian Daerah

Setiap daerah memiliki potensi perekonomian masing-masing. Seperti di Provinsi Sumatera Barat yang kaya dengan potensi pertanian. Bahkan dalam kondisi pandemi Covid-19 sektor pertanian Sumatera Barat masih menunjukkan pertumbuhan positif.

Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi sektor pertanian cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Provinsi yaitu  mencapai sekitar 22,38 persen, Termasuk di dalamnya sektor perikanan dan kehutanan. BPS juga mengungkapkan pertumbuhan ekonomi pascapandemi juga ditopang oleh sektor pertanian 21,62 persen, kemudian perdagangan 15,66 persen dan transportasi dan pergudangan 10,70 persen. 

Pertanian Sumatera Barat

Sumatera Barat memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Hal ini terlihat dari geografis sebagian besar daerah di sepanjang bukit dan pegunungan sehingga memiliki lahan yang produktif untuk pertanian.

Pada tahun 2020, komoditas tanaman pangan menjadi sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar kepada pertanian Sumatera Barat yaitu mencapai 6,38 persen. Subsektor tanaman pangan ini mencakup komoditas padi dan palawija, jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu.

Meski mengalami penurunan jumlah produksi tanaman pangan pada tahun 2020 yang akibat pandemi covid-19, namun laju pertumbuhan pada PDRB Provinsi Sumatera Barat masih bernilai positif. 

Komoditas Unggulan Pertanian Sumbar

Sumatera Barat memiliki beragam potensi pertanian. Jika dilihat dengan metode Location Quotient (LQ), dengan kategori penilaian LQ yaitu, 

1) Nilai LQ > 1, komoditas merupakan komoditas basis/unggulan

2) Nilai LQ < 1, komoditas merupakan komoditas non basis/non unggulan

3) LQ = 1, komoditas tersebut bukan komoditas basis/unggulan namun wilayah mampu memenuhi kebutuhan komoditas tersebut secara mandiri.

Maka ditemukan hasil analisis Location Quotient pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat, menunjukkan bahwa rata-rata nilai LQ > 1 pada komoditas padi di setiap wilayah kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kota Sawahlunto.

Hal ini menunjukkan bahwa dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, terdapat 14 wilayah yang memiliki produksi komoditas unggulan berupa padi sebagai komoditas basis bagi wilayahnya. 

Selain padi, komoditas yang termasuk unggulan di wilayah Provinsi Sumatera Barat, seperti ubi jalar dan ubi kayu di Kabupaten Kepulauan Mentawai komoditas jagung dan kacang hijau di , Kabupaten Pesisir Selatan, komoditas jagung, kacang tanah, dan kedelai di Kabupaten Solok Selatan, komoditas jagung, kacang hijau, dan kacang tanah di Kabupaten Pasaman Barat, dan komoditas kacang hijau, kedelai, ubi kayu di Kota Sawahlunto.

Secara umum, 14 dari 19 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat unggul dalam produksi padi dan menjadi komoditas basis atau komoditas unggulan sebagai sumber pengembangan wilayah. Potensi komoditas padi tidak saja dapat memenuhi kebutuhan Sumatra Barat, namun juga diekspor ke luar daerah. 

Hingga saat ini pemerintah daerah masih berfokus pada pembangunan pertanian dengan mengembangkan komoditas unggulan secara komparatif dan kompetitif untuk menjaga peningkatan produksi tiap komoditas. Bahkan mulai tahun ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengalokasikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022 sebesar 10 persen untuk pengembangan sektor pertanian.

Categories
Artikel

Masjid Raya Sumatera Barat : Ikon Wisata Religi di Sumatera Barat

Masjid Raya Sumatera Barat (Sumbar) merupakan masjid terbesar dan termegah di Provinsi Sumatera Barat. Masjid yang dikenal sebagai Masjid Mahligai Minang ini memiliki bentuk yang tidak biasa, yaitu bentuk masjid yang terinspirasi dari kain pembungkus batu Hajar Aswad di zaman Nabi Muhammad SAW.

Jika biasanya masjid menggunakan kubah di bagian atapnya, maka masjid ini berbeda. Hal ini yang membuat keunikan tersendiri pada masjid yang menjadi ikon wisata religi di Sumatera Barat ini. Keunikan ini bahkan membuat masjid yang indah ini mendapatkan penghargaan internasional.

Berencana untuk berkunjung ke Kota Padang, Sumatera Barat? Jika iya, maka Anda wajib untuk memasukkan Masjid Raya Sumatera Barat sebagai salah satu destinasi wisata yang akan dikunjungi.

A. Masjid Raya Sumatera Barat, Masjid Desain Unik Tahan Gempa

Masjid Raya Sumatera Barat merupakan masjid terbesar yang berlokasi di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Masjid berdiri di atas lahan seluas 40 ribu meter persegi, dengan luas bangunan mencapai 18 ribu meter persegi, sehingga memiliki halaman yang luas. Masjid ini bisa menampung jemaah sebanyak kurang lebih 20.000 orang.

Pembangunan masjid ini diawali dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember tahun 2007. Pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325–330 miliar yang sebagian besar berasal dari APBD Sumatra Barat. Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran dari provinsi.

Konstruksi masjid terdiri dari tiga lantai. Ruang utama dipergunakan sebagai ruang salat terletak di lantai kedua, yang memiliki teras yang melandai ke jalan. Pada lantai ke tiga juga digunakan sebagai tempat salat atau tempat istirahat saat jemaah sepi. Sementara lantai dasar digunakan sebagai aula atau ruang pertemuan. Bangunan masjid dirancang tanpa memiliki tiang pada bagian tengah ruangan.

Uniknya, tak seperti masjid pada umumnya yang memiliki kubah, Masjid Raya Sumatera Barat justru tidak memiliki kubah, melainkan hanya atap khas budaya Minangkabau. Bagian atapnya memiliki desain berbentuk mirip Rumah Gadang dengan empat sudut lancip, sedangkan bangunannya berbentuk gonjong.

Baca juga:

Sejarah Sumatera Barat dan Asal Usul Minangkabau
Suku dan Rumah Adat di Sumatera Barat
Makanan Khas Minangkabau, Lamang Tungkek dari Sawahlunto

Meski demikian, ada yang mengatakan bahwa atap masjid sebenarnya menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Saat itu setelah pemugaran Kakbah, empat kabilah suku Quraisy di Mekah berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu tersebut ke tempat semula. Saat itu setelah kabah selesai pemugaran Nabi Muhammad SAW kemudian mengusulkan agar Hajar Aswad diletakkan di atas selembar kain agar masing-masing kabilah tersebut dapat mengangkatnya bersamaan.

Selain itu, Masjid Raya Sumatera Barat juga dirancang khusus untuk tahan terhadap gempa bumi hingga 10 magnitudo. Hal ini mengingat Sumatera Barat merupakan salah satu daerah rawan gempa bumi. Masjid Agung Sumatera Barat ini dapat digunakan untuk shelter atau lokasi evakuasi bagi masyarakat sekitar masjid apabila sewaktu-waktu terjadi bencana.

Pada bagian interior ruangan masjid, di bagian mihrabnya dibuat menyerupai bentuk Hajar Aswad dengan atapnya yang bergambar Asma’ul Husna dengan latar belakang berwarna putih. Kemudian, bagian lantai dilengkapi karpet permadani berwarna merah yang digunakan sebagai sajadah, dan merupakan hadiah dari Pemerintah Turki yang merupakan negara sahabat.

Suasana nyaman dapat dirasakan pengunjung saat menginjakkan kaki di karpet masjid. Sementara bangunan masjid berongga sehingga sirkulasi udara mengalir lancar sehingga di dalam masjid terasa sejuk.

Masjid Raya Sumatera barat  juga memiliki satu menara yang menjulang dengan ketinggian 85 meter. Pengunjung dapat menaiki menara hingga ketinggian 44 meter dengan menggunakan lift untuk menikmati pemandangan kota Padang dari ketinggian.

B. Terpilih Sebagai Masjid Desain Terbaik di Dunia

Keunikan Masji Raya Sumatera Barat berhasil mendapat pengakuan internasional. Sebuah lembaga non profit Abdullatif Al-Fozan Award, menyoroti desain atau karya arsitektur masjid baru-baru ini merilis daftar desain masjid terbaik di dunia. Salah satu dari daftar tersebut adalah Masjid Raya Sumatera Barat, Indonesia.

Baca juga:

Sejarah Sumatera Barat dan Asal Usul Minangkabau
Suku dan Rumah Adat di Sumatera Barat
Makanan Khas Minangkabau, Lamang Tungkek dari Sawahlunto

Abdullatif Al Fozan Award for Mosque Architecture merupakan organisasi non-profit yang didirikan pada tahun 2011 dengan fokus utama menyoroti karya arsitektur bangunan masjid di seluruh dunia.

Penghargaan Abdullatif Al Fozan diberikan untuk arsitektur masjid yang membahas ide-ide baru untuk desain masjid di seluruh dunia dan mendorong inovasi dalam perencanaan, desain dan teknologi yang dapat membentuk identitas arsitektur masjid di abad kedua puluh satu.

Berdasarkan laporan dari Detik.com, Masjid Raya Sumatera Barat mendapatkan penghargaan sebagai salah satu dari 7 masjid dengan arsitektur terbaik di dunia pada tahun 2021 dan bersaing dengan 201 masjid di 43 negara di dunia.

Merangkum detikTravel, awalnya ada sebanyak 201 desain yang masuk nominasi, kemudian dikerucutkan lagi menjadi 27, lalu diumumkanlah 7 yang menjadi pemenang utama dan jadi yang terbaik di dunia.

Masjid Raya Sumatera Barat mendapat perhatian dunia salah satunya karena desain masjid yang identik dengan tipologi atau bagonjong khas rumah masyarakat Minangkabau. Masjid tidak memiliki kubah seperti masjid pada umumnya.

Atap masjid berbentuk atap rumah adat Minang, berbentuk gonjong. Selain itu, desain masjid juga mengusung konsep peletakkan Hajar Aswad dengan membentangkan kain dan juga dihiasi oleh ukiran khas Minangkabau serta kaligrafi di dinding masjid.

Perpaduan pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat dapat dipadukan dengan modernitas sehingga menjadi ciri khas tersendiri di mata dunia.

Daftar 7 Desain Masjid Terbaik di Dunia

Abdullatif Al-Fozan menyebutkan dalam akun resmi Twitternya para pemenang dalam kompetisi internasional ketiga di Madinah, lengkap dengan video yang menampilkan kemegahan masjid.

Berikut daftar para pemenang desain masjid terbaik di dunia adalah sebagai berikut.

1. Masjid Raja Abdullah di Riyadh

2. Masjid Basuna di desa Basuna Sohag Mesir

3. Masjid Al-Ahmar di Bangladesh

4. Masjid Raya Sumatera Barat di Indonesia

5. Masjid Sancaklar di Buyukcekmece Istanbul Turki

6. Masjid Amir Shakib Arslan di Lebanon

7. Masjid Agung Djenne di Mali

C. Rizal Muslimin, Sosok Arsitek Masjid Raya Sumatera Barat

Masjid Raya Sumatera Barat berhasil menjadi salah satu pemenang Abdullatif Al Fozan Award 2021. Penghargaan itu merupakan pengakuan atas desain arsitektur masjid terbaik yang pernah dirancang. Rizal Muslimin merupakan sosok arsitek yang merancang masjid megah di Kota Padang itu.

Sebagaimana dikutip dari laman Simas Kemenag, Rizal Muslimin adalah pemenang sayembara desain Masjid Raya Sumbar yang diikuti oleh 323 arsitek dari berbagai negara pada tahun 2007 lalu.

Rizal merancang desain arsitektur masjid itu saat masih bekerja di Biro Arsitek Urbane yang didirikan oleh Ridwan Kamil. Kini, peraih gelar doktor di bidang desain dan komputasi dari Massachusetts Institute of Technology itu merupakan dosen senior di Fakultas Arsitektur, dan Perencanaan di University of Sydney.

Dikutip dari laman resmi University of Sydney, minat penelitian Rizal saat ini adalah mengenai perempatan antara kerajinan, arsitektur, dan desain komputasi, dalam logika kerajinan lintas skala dan menggunakannya untuk menemukan kembali cara baru dalam membuat bangunan dengan cara Vitruvian.

Baca juga:

Sejarah Sumatera Barat dan Asal Usul Minangkabau
Suku dan Rumah Adat di Sumatera Barat
Makanan Khas Minangkabau, Lamang Tungkek dari Sawahlunto

Masjid Raya Sumbar menjadi salah satu karyanya yang paling menonjol. Masjid ini mengikuti tipologi arsitektur Minangkabau dengan ciri bangunan berbentuk gonjong, hingga penggunaan ukiran Minang sekaligus kaligrafi di dinding luar bangunan. Desain Masjid Raya adalah hasil rancangannya dari eksplorasi terhadap elemen-elemen arsitektur Minangkabau.

Sekilas, bentuk atap masjid mengingatkan pada Rumah Gadang. Tetapi, bentuk atap melengkung itu ternyata juga menggambarkan kejadian peletakan batu Hajar Aswad dengan menggunakan kain yang ujungnya dipegang oleh empat orang perwakilan suku di Kota Mekkah.